indosiar.com- Autisma bukanlah suatu penyakit, melainkan merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya tampak sebelum anak itu mencapai umur 3 tahun. Pada sebagian dari mereka gejalanya sudah ada sejak lahir, namun luput dari perhatian orangtuanya. Sedangkan pada anak-anak yang lain telah terjadi perkembangan yang normal, namun sebelum mencapai umur 3 tahun terjadi kemunduran.
Gejala Yang Tampak :
* Komunikasi :
Dimana anak tersebut seolah-olah menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain. Ia menolak bertatap muka, bila di panggil seolah-olah tidak mendengar, bila didekati malah menjauh, tidak suka dipeluk.
* Perkembangan Bicara Lambat
Ia banyak mengoceh dengan bahasa yang tidak dimengerti. Sering berbicara meniru-niru misalnya, meniru iklan televisi tanpa ia mengerti artinya. Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi. Pada mereka yang sudah pandai berbicara, tata bahasanya kacau, mereka tidak bisa mengajak berdialok. Bila ditanya malah ia mengulang pertanyaannya tanpa bisa menjawab apa yang ditanyakan. Mereka tidak bisa bermain dengan anak sebaya, lebih suka main sendiri dan bersikap acuh terhadap anak-anak lain.
* Perilakunya Seringkali Aneh
Misalnya tertawa sendiri, melompat-lompat, berputar-putar, berjalan berjinjit-jinjit, seringkali terpukau oleh benda yang berputar misalnya roda sepeda atau kipas angin. Tidak mengerti arti mainan sehingga mainannya hanya dibuang-buang. Kalau sudah bisa bermain, cara bermainnya kurang bervariasi, yang itu-itu saja. Kadang-kadang terdapat gerakan-gerakan yang diulang-ulang, misalnya menepuk-nepuk kepala,mengerak-gerakan jarinya seperti penari, duduk sambil mengoyang-goyangkan badan dan lain sebagaian. Anak-anak ini seolah-olah hidup pada dunianya sendiri.
Gejala tersebut diatas tidak lengkap pada semua anak, ada yang gejalanya sedikit dan ada pula yang berat.
Penyebab Autisma
Penyebab dari autisma adalah adanya gangguan atau penyimpangan perkembangan pada daerah-daerah tertentu di otak, seperti misalnya di otak kecil dan di pusat emosi. Perkembangan sel-sel otak yang tidak normal ini menyebabkan antara lain terganggunya keseimbangan hormon di otak. "Penyebab perkembangan yang tidak normal itu multifaktorial. Faktor Lain yaitu faktor keturunan atau genetik, virus (rubella, herpes, toksoplasmasis, mononucleosis) keracunan, kekurangan oksigen,jamur,alergi dan juga faktor immunologi," kata Dr Melly Ch.Budiman, DSPA (Ketua Umum Yayasan Autisma Indonesia). Biasanya hal ini sudah terjadi semasa janin, namun bisa juga selama proses kelahiran yang sulit atau sesudah melahikan.
Didalam kurung waktu 10 - 20 tahun terakhir ini jumlah penyandang autisma makin meningkat di seluruh dunia. Menurut Dr.Rudy Sutadi, DSA, "Kalau dulu ditemukan 1 - 4 anak penyandang autisma pada 10.000 kelahiran, jumlah saat ini sudah jauh meningkat menjadi 15 per 10.000 kelahiran. Jadi perkiraan jumlah kelahiran di Indonesia,yaitu 4,6 juta per tahun. Jumlah penyandang autisma akan bertambah per tahunya sebanyak 0.15% dari 4,6 juta - 6900 anak. Perbandingan antara anak laki-laki dan wanita penyandang autisma adalah 4 banding 1."
Dapatkah Autisma disembuhkan ?
Kelainan sel-sel otak yang ada tidak bisa diperbaiki, namun bila terapi dilakukan cukup dini, intensif dan terpadu, maka gejala-gejalanya banyak bisa dikurangi dan dihilangkan, sehingga anak-anak ini bisa hidup mandiri dalam masyarakat yang normal.
Terapi yang terpadu benar-benar dirancang untuk anak yang autistik, saat ini belum ada di Indonesia. Namun ada suatu sekolah khusus Autisma di Jakarta yang mencoba dengan terapi pendekatan pendidikan yang mendasarkan kepada: (1) Kontak, (2) Komunikasi, (3) Sosialisasi, kepada anak-anak didiknya.
Menurut Kepala Sekolahnya Prita Paramita, "Sekolah yang didirikan pada tahun 1990 oleh Bapak J. Saragih dari Yayasan Nirmala Nugraha didasari oleh masih adanya anggapan bahwa anak autis sama dengan anak yang menderita retardasi mental berat. Padahal anak autis memerlukan pendidikan yang bersifat One To One (satu guru untuk satu anak) dan hal ini sangat mahal"
Saat ini sekolah Autisma ini mempuyai 18 murid dengan usia yang bervariasi antara 3 tahun - 20 tahun yang ditangani oleh 12 guru lulusan SGPLB yang kemudian diberikan training khusus. Jadi praktis rasionya 1: 1-2. "Kalau rasionya 1:3, terlalu banyak, kata Prita.
Upaya Yang Dilakukan
Upaya yang pertamakali dilakukan oleh para guru adalah menyelami dunia anak autis (emphaty) agar nantinya dapat timbul suatu kontak. "Kadang untuk mencoba kontak batin saja perlu kesabaran. Apalagi kecenderugan yang ada, mereka itu amat curiga" ujar Prita
Kalau sudah ada kontak, tindakan selanjutnya adalah "Speech Therapy" untuk komunikasi dengan mereka.Sedangkan untuk sosialisasinya,saat ini di coba kerjasama dengan sebuah TK. Dimana anak-anak autis yang sudah masuk usia TK setiap 1 minggu sekali disosialisasikan dengan anak-anak normal, kemudian meningkat menjadi 2 kali seminggu, 3 kali seminggu sampai nantinya 6 kali seminggu. Jadi diharapkan sesudah anak itu usia normal, diharapkan kembali normal.
Kendala yang seringkali ditemui menurut Prita, "Seringkali program yang diarahkan oleh guru di sekolah kadangkala tidak dapat dilakukan oleh orang tua dirumah, akibatnya anak menjadi manja dan tidak mandiri kalau di rumah."
Kerjasama antara orangtua dan guru,sangat perlu bagi pembinaan yang autis agar dapat mandiri dan menjalani kehidupan normal seperti layaknya anak-anak yang lain
Home »
ASKEP »
autis »
bahaya »
bayi »
berdarah »
DEFINISI »
gravidarum »
hidup »
infeksi »
INFERTILITAS »
intervensi »
JIKA »
jiwa »
kejadian »
kelainan »
keluarga berencana »
kesehatan »
Autis
Autis
Tag:
ASKEP,
autis,
bahaya,
bayi,
berdarah,
DEFINISI,
gravidarum,
hidup,
infeksi,
INFERTILITAS,
intervensi,
JIKA,
jiwa,
kejadian,
kelainan,
keluarga berencana,
kesehatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar